porosNUSANTARAnews --- email : porosnusantaranews@gmail.com porosNUSANTARA.news: PULANGLAH UNTUKKU (Syifaul Falasifah)

Sabtu, 21 Mei 2016

PULANGLAH UNTUKKU (Syifaul Falasifah)

foto : istimewa
Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan buat Rohimah, pasalnya suaminya yang sudah tiga tahun tidak berada di sisi nya kemarin menelepon akan pulang dari rantau sore ini.

“Bu, bapak akan pulang hari ini, mungkin lusa sudah di rumah. Kabar anak-anak gimana bu?” kata suaminya, Rosyid dari balik telpon.

“Anak-anak baik pak, kita semua sudah kangen banget sama bapak” kata Rohimah.

“Ya sudah, tunggu bapak di rumah yah” kata suaminya lagi.

Rohimah tidak bisa menyembunyikan kebahagiannya di depan kedua anaknya, Siti dan Reza.

“Nak, bapak besok pulang sayang…” kata Rohimah seraya memeluk kedua buah hatinya itu erat-erat.

“Beneran bu?” Tanya kedua anaknya antara senang dan tak percaya.

Rohimah tidak sanggup berkata lagi karena menahan bahagia, dia hanya bisa mengangguk dengan puliran air mata menetes melewati pipinya.

Rohimah masih ingat sekali ketika untuk pertama kalinya suaminya pergi meninggalkannya. Ekonomi keluarga yang memaksa kebersamaan itu harus di tangguhkan. Kalau hanya mengandalkan sebagai kuli sawah di kampung, suaminya tidak mungkin bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Akhirnya dengan berat hati suaminya meninggalkan keluarga yang sangat dicintainya itu ke pulau sebrang, ke Sumatera.


Rosyid, sang suami merantau ke sebrang di ajak seseorang yang mengaku penyalur tenaga kerja. Bersama beberapa rekannya, dia di janjikan akan bekerja di sebuah pabrik elektronik yang baru di bangun di wilayah Sumatera itu. Namun semuanya tidak sesuai dengan yang di janjikan. Tidak ada pabrik elektronik, atau pabrik-pabrik yang sedang membutuhkan tenaga kerja.

Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk pergi ke Sumatera. Mereka berharap setelah merantau bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan bisa memperbaiki ekonomi keluarga. Meski untuk itu mereka harus berhutang dahulu kepada tetangga.

Sebagian besar teman-teman nya yang senasib dengan Rosyid lebih memilih untuk kembali ke kampung ketika mendapati dirinya telah di tipu penyalur tenaga kerja gadungan. Tetapi tidak dengan Rosyid, dia lebih memilih tetap di Sumatera dan mencari pekerjaan terlebih dahulu untuk bisa kembali ke kampung sekaligus melunasi hutang ke tetangganya.

Sebulan setelah kepulangan teman-temannya ke kampung, barulah Rosyid memberi kabar kepada Rohimah. Sebelumnya Rohimah sangat panik.

“Maaf bu, baru bisa kasih kabar” kata Rosyid dari balik telepon.

“Nggak apa-apa, yang penting Bapak sehat kan?” jawab Rohimah.

“Alhamdulillah sehat bu, untuk sementara aku mau nyari kerja di sini dulu buat ongkos pulang dan ngelunasin utang sama Pak Joko” kata Rosyid saat itu.

Sepeninggal suaminya merantau, praktis Rohimah hanya tinggal bertiga dengan dua anaknya. Hari di rasa berat di jalani Rohimah, karena Rosyid suaminya tidak tepat setiap bulan mentransfer uang bulanan keluarga. Rosyid sendiri hanya bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kalau Rosyid terlambat mengirimkan uang, tidak jarang Rohimah berhutang terlebih dahulu ke tetangga kanan kirinya.

Setahun berlalu, keadaan tidak berubah. Rosyid masih di rantau dan ekonomi keluargapun tidak menjadi lebih baik. Rohimah akhirnya meminta suaminya untuk pulang kampung. Namun Rosyid menolak pulang dengan alasan tidak mempunyai cukup uang untuk ongkos transportasinya.

“Pokoknya bulan ini, Bapak bekerja uangnya di kumpulin buat pulang kampung saja, anak-anak juga sudah kangen banget sama Bapak” kata Rohimah kepada suaminya.

“Nanti di usahakan bu, berarti sebulan lagi Bapak pulang” kata Rosyid.

Sebulan kemudian Rosyid yang di tunggu-tunggu tidak juga pulang.

“Maaf bu, bulan ini Bapak tidak bisa pulang kampung, tanggung ada kerjaan. Kalau kerjaan yang ini sudah selesai baru pulang, mungkin sebulan lagi” kata Rosyid memeberi alasan.

Seperti bulan-bulan sebelumnya, lagi-lagi Rosyid gagal pulang kampung dan alasan juga sama, karena pekerjaan nya belum selesai. Padahal setiap Rosyid berjanji akan pulang, Rohimah langsung menceritakan kepada tetangganya dengan penuh kebanggaan bahwa suaminya bakal balik dari rantau.

Maka ketika mendapati Rosyid belum juga pulang dari tanah Sumatera hampir dua tahun, mulai timbul desas-desus di masyarakat. Gosip-gosip kecil ibu-ibu beredar tanpa bisa di cegah, semakin lama, semakin santer terdengar.

“Rosyid kabarnya mau pulang bulan ini loh, bu” kata salah seorang ibu-ibu.

“Lah dari dulu juga katanya bulan ini-bulan ini, tapi nyatanya sampe sekarang juga belum pulang-pulang” ibu lain menimpali.

“Iya bener, Rosyid kan lumayan ganteng siapa tau aja dia sudah punya istri lagi, ya nggak ibu-ibu?” yang lain menambah kan.

“Bisa jadi, orang di rantau sudah dua tahun lebih. Memangnya laki-laki beristri sanggup tidur tanpa perempuan lebih dari dua tahun?” ibu-ibu lain tidak mau kalah.

Perbincangan seperti itu sudah sangat sering terdengar di telinga Rohimah, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Dia cuma bisa berharap apa yang di gosipkan ibu-ibu itu tidak akan pernah terjadi.

Rohimah tidak pernah mempunyai cukup uang untuk menelpon suaminya. Dia selalu mendahulukan kepentingan anak-anaknya dari pada menuruti rasa kangennya terhadap suaminya itu. Dan Rosyid menelponnya tidak sesering yang dia inginkan. Meski begitu dia tidak bisa mendesak suaminya pulang. Rosyid selalu mempunyai alasan yang membuatnya tidak tega memaksa suaminya pulang secepatnya.

Terakhir Rosyid menjanjikan akan pulang bulan Agustus kemarin. Tapi tetap saja di hari yang dia tentukan dia tidak juga mengetuk pintu rumah Rohimah.

“Bu, maaf Bapak nggak jadi pulang, soalnya Bos ngasih kerjaan baru, tanggung banget kontraknya sebulan lagi” alasan Rosyid.

“Terus jadi pulangnya kapan lagi, Pak?” Rohimah hampir malu mengatakannya, karena setiap menelpon kata itu tidak pernah absent diucapkannya.

“Bulan depan Bapak pulang” kata Rosyid berjanji.

“Pak, kalau memang Bapak nggak bisa pulang sekarang, tolong jangan memberi janji sama Ibu, biar Ibu nggak kecewa. Saya bosen ndengerin tetangga yang menggunjing soal rumah rumah tangga kita gara-gara sudah masuk tiga tahun Bapak belum juga pulang kampung” kata Rohimah panjang lebar.

“Sudahlah bu, jangan dengarkan apa kata tetangga, orang kita berdua yang jalani rumah tanggak ini kok”

“Tapi saya kan hidup bertetangga Pak!!”

“Ya Bapak janji bulan depan pulang kampung, nanti pas tiga hari sebelum pulang, Bapak telpon lagi. salam kangen buat anak-anak ya Bu” kata Rosyid mengakhiri telpon.

Dan janji-janji suaminya yang selama dua tahun tak pernah di tepati seketika dilupakan begitu saja oleh bahagia hari ini. Rohimah sedang mengatur tata ruang rumahnya, membereskan barang-barang di rumahnya agar ketika suaminya pulang nanti rumah terlihat menyenangkan.

Hari ini juga anaknya di dandani serapih mungkin, agar ketika Bapaknya pulang, dia akan kaget melihat anaknya yang sudah besar, cantik dan ganteng.

Semua di rasa Rohimah sudah sempurna, tinggal menunggu kedatangan suaminya saja. Rohimah melihat mukanya di cermin meja rias. Dia mengusap pipinya. Entah sudah berapa hari pipinya tak di polesi bedak, entah berapa puluh minggu pipinya tidak di sentuh tangan perkasa suaminya.

Sembari tersenyum, Rohimah melaburkan bedak itu ke pipinya. Mengoles lipstick di bibir tipisnya. Dia menyemprotkan bodyspray ke sekitar lehernya, dia membayangkan suaminya akan menghirup wangi ketika menciumnya nanti.

Waktu menunjukan pukul 16.10 WIB. Rohimah mengajak kedua anaknya duduk manis di ruang tamu untuk menyambut kepulangan Bapaknya. Rohimah menatap telepon genggam di sampingnya, suaminya belum menelpon lagi. Rohimah cuma bisa menebak-nebak entah sampai mana suaminya sekarang. Dia berharap beberapa menit lagi suaminya akan mengucapkan salam dan memeluk dirinya.

Tapi satu jam berlalu belum ada tanda-tanda alat transportasi apapun yang akan berhenti di depan rumahnya. Dia menghibur dirinya dengan bercanda-canda ringan bersama kedua anaknya.

“Bu, Bapak sekarang dimana sih, kok belum nyampe rumah?” tanya Reza.

“Sebentar lagi sayang, sabar ya?”

“Iya, tapi kok lama banget Bu? Siti ngantuk Bu.” Siti mulai menguap.

“Ya sudah, Reza sama Siti tidur di pangkuan Ibu sini” kata Rohimah.

Reza dan Siti menaruh kepala mereka di kedua sisi paha Ibunya. Rohimah mengambil nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Dia baru menyadari bahwa dirinya juga seperti kedua anaknya, capek menunggu. Tapi meski begitu, Rohimah lagi menahan diri untuk tidak berprasangka buruk tentang suaminya.

Kali ini giliran Rohimah yang menguap.

Tiba-tiba pintu rumahnya di ketuk oleh seseorang. Rohimah buru-buru berjalan meraih gagang pintu. Betapa terkejutnya ketika orang di balik pintu itu adalah orang selama tiga tahun ini merantau meninggalkannya, Rosyid. Spontan dia langsung memeluk erat laki-laki itu.

Rohimah merasa sangat bahagia karena hari yang di tunggu-tunggunya datang juga. Hari dimana suaminya akan terus berada di sampingnya, kembali mengarungi bahtera rumah tanggak bersama-sama lagi.

Kepala Rohimah masih di benamkan dalam dada suaminya untuk beberapa saat. Tapi dia baru menyadari bahwa pelukan suaminya di tubuhnya tidak sekuat pelukan dirinya terhadap suaminya. Apakah suaminya tidak bahagia berkumpul lagi dengan keluarganya?

Pelan-pelan Rohimah melepaskan pelukannya, lalu menatap raut wajah suaminya itu. Ekspresi muka Rosyid datar, tidak sebahagia dirinya.

“Ehm ... Ehm ...” seseorang di belakang Rosyid berdehem.

Rohimah mencari sumber suara itu. Seorang wanita muda dan cantik tengah memperhatikan dirinya,

“Siapa perempuan itu mas?” tanya Rohimah.

Rosyid tidak langsung menjawab, di wajahnya tergambar sedikit kepanikan. Dia menghindari tatapan Rohimah.

Perempuan yang di maksud Rohimah berjalan mendekati Rohimah.

“Saya Rika, istri mas Rosyid” katanya sembari menjabat tangan Rohimah.

Rohimah bingung.

“Mas, apakah benar dia istri kamu?” Rohimah menatap Rosyid dan Rika secara bergantian.

“Iya, dia istriku” kata Rosyid akhirnya. Dia melihat ke arah Rika yang sekarang berada tepat di sampingnya.

Rohimah menggeleng-gelengkan kepala, hampir tidak mempercayai apa yang di dengarnya barusan. Hatinya terbakar mendengar pengakuan orang yang sudah enam tahun berstatus sebagi suaminya.

“Jadi untuk inikah kamu pulang?” Kata Rohimah pedih. “Jadi untuk memberi tahu istri barumu kamu pulang?” Rohimah berteriak sembari menunjuk wanita di samping Rosyid. Air matanya meleleh.

Rosyid diam. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya.

“Kamu keterlaluan mas! Penantian aku dan anak-anak kamu balas dengan membawa wanita ini ke rumah kita. Aku nggak menyangka kamu setega itu.” Suara Rohimah terdengar berat.

“Andai aku tahu akan seperti ini, dari awal aku nggak akan pernah merelakanmu merantau ke Sumatera.” Kata Rohimah lagi.

Rosyid masih diam. Rohimah terus menangis. Kedua anak Rohimah terbangun mendengar teriakan dan suara tangis Ibunya.

“Bapaaak ...” Teriak Siti dan Reza hampir bersamaan ketika melihat Bapak yang sedari tadi di tunggu kedatangannya kini berada di hadapannya.

Siti dan Reza berhamburan memeluk Rosyid, dan Rosyidpun balas memeluk kedua anaknya. Rika hanya menonton adegan Bapak-anak itu.

“Dia sudah bukan Bapak kalian lagi!!” kata Rohimah sambil menarik lengan kedua anaknya dari pelukan Rosyid.

Kedua anaknya kebingungan. Rohimah merapatkan tubuh anaknya di sisinya.

“Jangan sentuh anak-anaku lagi, lebih baik kamu tidak usah kembali lagi ke rumah ini, pergilah dengan istri barumu. pergi!!!” teriak Rohimah lagi.

“Allahuakbar ... Allaaahuakbar ... Allaaahuakbar Allaahuakbar …” suara adzan di mushola samping rumah.

Rohimah terjaga dari tidurnya.

“Alhamdulillah ya Allah.” Ucap syukur Rohimah ketika menyadari bahwa dirinya tadi tengah berada di dunia mimpi.

Dia menarik nafas lega. Kedua anaknya masih tertidur pulas di pangkuannya. Dia tersenyum dan di ciumnya kedua pipi anak-anaknya. Matanya kemudian menatap jam yang menggakntung di dinding. Pukul 18.15 WIB. Perlahan dia menaruh kepala anak-anaknya di sofa. Dia beranjak menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, Allah sudah memanggilnya.

Dua rakaat sholat sunah mengawali rakaat sholat maghribnya.

“Ya Allah, ampuni dosa-dosaku dan dosa keluargaku. Lindungilah aku dan keluargaku. Ya Allah, berikan yang terbaik buat keluargaku. Jagalah suamiku ketika jauh dariku. Apapun yang terjadi pada keluargaku nanti, ku pasrahkan semuanya kepada Engkau. Bukalah dengan sejelas-jelasnya apa-apa yang tidak aku ketahui agar tidak ada lagi kerisauan yang mengganggu hati ini, yang bisa mengurangi khusyuk ku menghadapMu, ya Allah” doa Rohimah selepas sholat maghrib.

Baru saja Rohimah hendak menjalankan dua rakaat sholat sunah setelah sholat maghrib, telpon selluler nya berbunyi. Dia buru-buru menuju sumber suara, hape nya berada di samping dua anaknya yang sedang tidur. Dia berharap Rosyid lah yang menelpon.

Di layar Nokia 1200 nya tertera, Bapak memanggil. Senyum tersungging di bibir Rohimah. Allah langsung menjawab doaku, pikirnya.

“Assalamualaikum, Bapak sudah sampe mana? Kita sudah menunggu dari tadi loh?” kata Rohimah cepat. Nada bicaranya ceria sekali.

“Maaf bu, Bapak nggak jadi pulang hari ini” kata Rosyid.

“Maksudnya…..?”

“Bapak nggak jadi pulang, sekarang masih di Sumatera….”

Rohimah diam.

“Anak-anak gimana Bu?” tanya suaminya.

Rohimah tetap diam.

“Bu ... Anak-anak gimana? Haloo …” kata suaminya lagi.

Tiba-tiba badan Rohimah terasa lemas, matanya berkunang-kunang dan kepala nya berasa pusing sekali demi mendengar suaminya tidak jadi pulang. Bayangan wajah wanita yang ada dalam mimpinya bermain-main di matanya. Telpon seluler di tangannya jatuh. Badannya seketika ambruk.

“Halooo … Bu ... Bu ... halloo … Bu ...” suara Rosyid di seberang telpon sudah tidak terdengar sama sekali di telinga Rohimah.

penulis : Syifaul Falasifah

editor : alam