porosNUSANTARAnews --- email : porosnusantaranews@gmail.com porosNUSANTARA.news: Mahfud MD: Dunia peradilan kita sudah sangat bobrok

Rabu, 25 Mei 2016

Mahfud MD: Dunia peradilan kita sudah sangat bobrok

foto : istimewa
JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD angkat bicara atas operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang, Bengkulu Janner Purba, Senin 23 Mei 2016 sore.

"Dengan OTT yang sudah berkali-kali berarti jual beli perkara di pengadilan sudah menjadi hal biasa. Hakim-hakim tidak ada rasa takutnya meski banyak koleganya yang sudah di-OTT. Bagi mereka tampaknya kalau kena OTT hanya karena apes," kata Mahfud kepada SINDO, Senin 23 Mei 2016 malam.

Mahfud mengaku tak bisa berkata apa-apa menyikapi penangkapan hakim Janner dan hakim atau panitera yang sebelumnya lebih dahulu diciduk KPK. Bahkan menurut dia, sudah habis bahan untuk menjelaskannya.

"Dunia peradilan kita sudah sangat bobrok. Dunia peradilan kita banyak dikerimuni dan ditongkrongi setan. Jubah hakim jadinya seperti jubah iblis dalam karya-karya Harry Potter. Jubah hakim kadang bukan memancarkan kewibaan tapi memancarkan wajah setan yang memuakkan," tandas Mahfud.

Sebenarnya dalam cuitan pada akun twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Mahfud yang ketika penangkapan terhadap hakim Janner Purba sedang berada di Bengkulu, berkicau, "Malam ini sy sdang di Bengkulu. Ada operasi tangkap tangkap (OTT) oleh KPK thd hakim cs di sini. Gila, peradilan kita sdh begitu bobroknya."

Sebelum penangkapan terhadap Ketua PN Kepahiang Janner Purba, KPK lebih dahulu melakukan OTT terkait pihak-pihak yang bertugas lembaga peradilan. Mereka di antaranya, Panitera/Sekretaris (Pansek) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution selepas menerima suap dari karyawan PT Paramount Enterprise International Doddy Aryanto Supeno.

Edy dan Doddy ditangkap seusai serah terima Rp50 juta pada Rabu 20 April 2016 di Hotel Accacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.

KPK pun sudah menangkap tangan Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Kamar Perdata MA (nonaktif) Andri Tristianto Sutrisna yang menerima suap Rp400 juta dari Direktur PT Citra Gading Asritama Ichsan Suaidi (kini terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta) dan advokat Awang Lazuardi Embat (kuasa hukum Ichsan, kini terdakwa) pada Jumat, 12 Februari 2016 malam.

Suap yang diterima Andri diduga dimaksudkan untuk penundaan salinan putusan kasasi atas nama terdakwa Ichsan terkait kasus korupsi pembangunan dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun anggaran 2007-2008 senilai Rp82 miliar.

Bila ditarik ke belakang, masih ada penangkapan terhadap Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Tripeni Irianto Putro, hakim PTUN Medan Dermawan Ginting dan Amir Fauzi serta Panitera yang juga Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan bersama pengacara M Yagari Bhastara Guntur alias Gary pada Kamis, 9 Juli 2015.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sudah memvonis para pihak yang terlibat. Tripeni Irianto Putro menerima sebesar SGD5.000 dan USD15.000 (divonis 2 tahun penjara), dua hakim PTUN Medan Dermawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing menerima USD5.000 (masing-masing divonis 2 tahun), dan Panitera yang juga Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan menerima USD2.000 (divonis 2 tahun).

Pemberi suap yakni Gubernur Sumatera Utara (Sumut) nonaktif Gatot Pujo Nugroho (divonis 3 tahun), istri Gatot, Evy Susanti (divonis 2 tahun 6 bulan), pengacara kondang Otto Cornelis Kaligis (divonis 5,5 tahun), dan Gary yang merupakan mantan anak buah Kaligis (divonis 2 tahun).

Jauh sebelum mereka, KPK juga sudah menangkap dan/atau berhasil menjebloskan ke balik jeruji besi beberapa hakim lainnya. Di antaranya Setyabudi Tedjocahyono selaku Wakil Ketua PN Bandung; Ramlan Comel selaku hakim adhoc Pengadilan Tipikor Bandung, Pasti Seferina Sinaga selaku hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Kasus penerimaan suap mereka ditangani KPK sekitar Maret 2013 hingga Januari 2015.

Berikutnya Kartini Julianna Marpaung, Asmadinata, dan Pragsono. Ketiganya selaku hakim adhoc Pengadilan Tipikor Semarang. Kasus hakim Kartini, Asmadinata, dan Pragsoni ditangani KPK sejak 17 Agustus 2012 hingga April 2014.

Masih ada lagi Imas Dianasari selaku hakim ad hock Pengadilan Hubungan Industri (PHI) Bandung (2011) terkait suap perkara industrial PT Onamba Indonesia (OI), dan Syarifuddin Umar selaku Hakim Pengawas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (2011) terkait suap pengurusan proses kepailitan perusahaan garmen PT Skycamping Indonesia. (sin/mhm/pnews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar