porosNUSANTARAnews --- email : porosnusantaranews@gmail.com porosNUSANTARA.news: Kronologi Kasus Penipuan Raja Denpasar IX

Sabtu, 21 Mei 2016

Kronologi Kasus Penipuan Raja Denpasar IX

OTT Raja Denpasar IX Ida Tjokorda Ngurah Mayun Samirana
(foto : istimewa)
Denpasar - Setelah setahun menjadi DPO polisi, Raja Denpasar IX Ida Tjokorda Ngurah Mayun Samirana kemarin ditangkap aparat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali. Dia diketahui menumpang pesawat Lion Air JT 034 rute Jakarta-Denpasar.

"Begitu kita amankan langsung terpidana dibawa ke LP Kerobokan untuk dilakukan eksekusi pidana badan," kata salah satu jaksa Kejati Bali yang enggan disebut nama, Jumat (20/5).

Penangkapan Ida Tjokorda Ngurah Mayun Samirana dipimpin Kajari Denpasar, dibantu 10 anggota Polresta Denpasar beserta Polsek KP3U bandara Ngurah Rai. Tidak ada perlawanan dari terpidana.

Raja Denpasar IX menjadi terpidana dalam kasus penipuan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, dia vonis 2 tahun 6 bulan dalam sidang di PN Denpasar tertanggal Kamis (14/6/2012). Saat itu vonis dibacakan Ketua Majelis Hakim John Tony Hutauruk. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu tiga tahun.

Tak menerima dengan vonis tersebut, terpidana mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA). Setelah melalui proses, putusan MA justru menguatkan vonis terpidana dengan putusan Mahkamah Agung RI Reg. No. 1223/K/PID/2013.

Kasus yang menjerat Samirana ini bermula di tahun 2006, setahun setelah dia dikukuhkan sebagai Raja Denpasar IX.

Saat itu Raja Denpasar IX berkenalan dengan korban Putu Lely Sari Mawardi yang berminat membeli tanah di Jalan Badak Agung, Renon, Denpasar seluas 10 hektare. Harga per are yang disepakati Rp 75 juta.

Setelah sepakat soal harga, kemudian keduanya setuju uang muka pembelian tanah senilai Rp 15 miliar dengan cara dicicil tiga kali.

Waktu korban hendak menyerahkan uang cicilan yang kedua kali sebesar Rp 7,6 miliar, Samirana tidak bisa menunjukkan sertifikat tanah asli yang diminta korban.

Samirana cuma menunjukkan fotokopi berkas tanah, dan berjanji akan segera menunjukkan surat asli. Hal ini terus terjadi hingga korban hendak melunasi uang muka.

Di bulan November 2006, korban dikejutkan dengan surat pemblokiran tanah tersebut yang dikeluarkan Puri Agung Denpasar. Samirana yang bersikukuh bahwa pemanfaatan tanah tersebut prerogatif dirinya, tidak bisa menyelesaikan permasalahan hingga akhirnya korban melapor ke Polda Bali.

Samirana dijerat pasal berlapis, 378 KUHP tentang Penipuan dan 372 tentang Penggelapan. (mrd/gnj/pnews/alam)