Cantiqa Anindya (foto: istimewa) |
Sang ibu, Sarah, warga Perumahan Bumi Arumsari, Jalan Palem 3A RT 02/13, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, mencoba merawat dan membesarkan Cantiqa seorang diri. Sejak terdeteksi di usianya yang baru dua bulan, Cantiqa mengalami kondisi yang dalam istilah medis disebut atresia bilier.
Penyakit ini membuat perut kecilnya membesar. Atresia bilier merupakan suatu kondisi saluran empedu tak terbentuk atau tak berkembang normal.
Padahal, sistem empedu sendiri berfungsi membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus. Pada atresia bilier, terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Dampaknya bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati.
"Kalau tidak diobati, bisa berakibat fatal," cetus Sarah, Jumat (20/5/2016).
Sarah pun harus berjuang sekuatnya untuk kesembuhan anak keduanya itu. Sejak terdeteksi, Cantiqa telah dibawanya memeriksakan diri ke rumah sakit di Kota Cirebon. Sejatinya, Cantiqa mendapat perawatan di rumah sakit yang lebih mampu sebagaimana rujukan rumah sakit yang didatanginya.
Namun, rujukan itu dengan berat hati dia abaikan akibat keterbatasan biaya. Sebagaisingle parent, Sarah hanya menggantungkan hidupnya dari pendapatan yang dia terima selama bekerja di salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM), Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).
Pendapatannya yang terbatas itu pun membuatnya terpaksa mempercayakan anak sulungnya, kakak kandung Cantiqa, kepada salah seorang saudaranya untuk dibesarkan. "Dokter merujuk Cantiqa dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin. Tapi saya tak ada biaya," cetusnya.
Sejauh ini, Cantiqa telah mendapat bantuan dari Yayasan Arisan Nasi Indonesia, Cirebon. Melalui bantuan para donatur yayasan tersebut, Cantiqa pun mendapat perawatan di RS Ciremai, Kota Cirebon.
Namun, upaya kesembuhan Cantiqa belum selesai sampai di situ. Pembina Yayasan Arisan Nasi Indonesia, Sri Supriatin mengungkapkan, dengan penyakitnya Cantiqa harus mendapat perawatan di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
"Menurut dokter di RS Ciremai, dokter ahli atresia bilier hanya ada di RSCM dan RSUP dr Sardjito, Yogyakarta. Pihak keluarga Cantiqa sepakat membawanya ke RSCM," jelasnya.
Pihaknya berharap, kondisi Cantiqa mendapat perhatian publik luas. Keterbatasan ekonomi keluarga Cantiqa menjadi salah satu hambatan utama dalam upaya penyembuhan bocah tersebut. Sejauh ini, Yayasan Arisan Nasi Indonesia telah mengupayakan bantuannya hingga keberangkatan Sarah dan Cantiqa ke Jakarta.
"Memang sih pakai BPJS obat-obatan gratis. Hanya tetap saja, kami khawatir kalau sampai ada apa-apa di sana atau mungkin ada kebutuhan obat lain yang tak termasuk tanggungan BPJS jadi menghambat upaya penyembuhan Cantiqa," paparnya.
Karena itu, pihaknya mengimbau publik untuk mengulurkan tangan dalam upaya tersebut. Wanita berjilbab yang akrab disapa Upi itu berharap, di usianya yang masih belia Cantiqa tak perlu sampai mengalami operasi cangkok hati akibat penyakit yang dia derita. (sindo/erl/pnews)