Naowati, S.Kom (Aktivis MHTI Sultra) |
Deklarasi Jakarta
Dalam KTT LB kelima OKI yang turut dihadiri Presiden Jokowi ini, telah melahirkan Draft deklarasi Jakarta yang terdiri dari 23 rencana aksi konkrit. Presiden Joko Widodo dalam jamuan makan malam bersama kepala negara dan kepala pemerintahan peserta Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Kerja sama Islam (KTT LB OKI) mengatakan, butuh inisiatif dan terobosan yang lebih konkret untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina.
"Saya berharap konferensi OKI di Jakarta kali ini dapat memberikan solusi konkret. Indonesia akan terus berpartisipasi untuk mendukungnya," kata Presiden dalam rilis yang diterima Metrotvnews.com di Jakarta, Minggu (6/3/2016). Terobosan itu dapat dihasilkan melalui dukungan penuh seluruh anggota OKI atas penyelesaian hak-hak Palestina. Dukungan Indonesia sendiri dilaksanakan sesuai kerangka two-state solution, yakni sejalan dengan berbagai resolusi PBB yang relevan. (Metrotvnews.com)
Peluru Hampa!
Ada enam isu yang diangkat dalam KTT, yakni perbatasan, pengungsi, status kota Jerusalem, pemukiman ilegal, keamanan dan air. Sayangnya semua persoalan yang dibahas sangat teknis, seolah melupakan persoalan mendasar dari perjuangan bangsa Palestina ini yaitu penjajahan Israel terhadap bumi Palestina. Di samping itu, dokumen resolusi maupun deklarasi yang akan dikeluarkan oleh OKI, pastinya tidak akan mengikat secara hukum internasional. Dengan demikian, tidak ada sanksi hukum jika kedua dokumen ini tidak dilaksanakan.
Sejak berdiri 47 tahun lalu pada 12 Rajab 1389 H/25 September 1969 OKI telah terbukti gagal mewujudkan tujuan pendiriannya. OKI didirikan dengan latar belakang reaksi para pemimpin Dunia Islam terhadap penyerobotan Israel atas Masjid al-Aqsha. Namun, sejak saat itu pula umat Islam bisa menyaksikan betapa minimnya keterlibatan OKI membela kepentingan Muslim Palestina. Negara-negara Teluk anggota OKI kerap mengirimkan donasi dan bantuan medis kepada penduduk Palestina. Namun, mereka tak melakukan apa-apa terhadap Israel yang menjajah Palestina sekaligus mengusir dan membunuhi warga Muslim Palestina. OKI lebih banyak mendorong apa yang dikatakan sebagai ‘dialog perdamaian’ Palestina dengan Israel. Padahal akar konflik Palestina-Israel adalah penjajahan Zionis Israel atas Tanah Palestina, bukan masalah perdamaian.
Beberapa anggota OKI malah menjalin persahabatan dengan Israel. Yordania, Turki, dan Mesir adalah sebagian anggota OKI yang telah menjalin kerjasama dengan Israel. Presiden Mesir, Abdul Fatah as-Sisi, September 2015 malah menyerukan negara-negara Arab untuk bekerjasama dengan Israel dengan dalih untuk memerangi ancaman terorisme. Sebagian negara yang lain berhubungan dengan Israel secara sembunyi atau melalui pihak ketiga. OKI pun tidak melakukan aksi nyata untuk menghalangi terus menyusutnya wilayah Palestina yang terus diduduki oleh penjajah Israel. OKI hanya mengecam, menggiring Israel ke meja perundingan, atau mengirim bantuan medis, obat-obatan, makanan dan uang ‘takziyah’ kepada warga Palestina. Mereka sudah merasa cukup melakukan itu.
Yang lebih parah, alih-alih menolong Palestina dan mencegah terulangnya serangan bersenjata oleh Israel kepada warga Palestina, Pemerintah Mesir malah menutup terowongan ke wilayah Gaza yang menjadi andalan jalur pasokan pangan untuk warga Palestina. Ini semakin mengokohkan realita bahwa Palestina adalah penjara terbesar di dunia.
Ketidakmandirian OKI juga tampak jelas dalam solusi yang diserukan dan didukung para anggota OKI dalam KTT LB ke-5 OKI untuk mengatasi krisis Palestina dan al-Aqsha, yaitu solusi dua negara. Ini adalah solusi yang dirancang oleh AS dan Barat. Sehingga keberadaan KTT ini ibarat merakit peluru hampa bagi Israel, tidaka ada efek..
Solusi Tuntas
Solusi hakiki dan tuntas untuk masalah Palestina, al-Quds, dan al-Aqsha tidak akan terjadi melalui solusi dua negara. Israel telah merampas dan menduduki Bumi Palestina, menodai kesucian al-Quds, menodai al-Aqsha di antaranya dengan terus menggali terowongan di bawah dan dekat al-Aqsha, merampas tanah warga Palestina dan mengusir mereka. Bahkan Israel telah menyerang secara brutal dan membunuhi warga Palestina termasuk anak-anak, wanita, dan para orang tua.
Solusi dua negara sama artinya memberikan pengakuan legal kepada zionis Israel; sama dengan mengakui pendudukan, kebrutalan, kekejian, dan penjajahan Israel atas Palestina dan warganya. Selama ini, negara-negara OKI mengklaim menentang penjajahan bahkan mengklaim penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi.
Faktanya, negara-negara yang mengklaim itu justru menyerukan dan mendukung untuk mengakui dan melegalkan keberadaan penjajah Israel melalui solusi dua negara? Solusi dua negara sama saja memberikan jalan kepada zionis Israel penjajajah untuk tetap menguasai dan menjajah Palestina.
Persoalan Palestina bukan persoala perbatasan (hudûd), tetapi persoalan keberadaan (wujûd) Israel. Selama Israel masih bercokol di Tanah Palestina maka isu Palestina, al-Quds, dan al-Aqsha tidak akan berakhir. Persoalan Palestina hanya bisa diselesaikan dengan menghapus entitas Yahudi di Tanah Palestina. Wallahu a’lam