Ilustrasi foto : situasi terselenggaranya Dialog Nasional dengan wacana kritis dipelopori oleh Indonesia Development Monitoring (IDM). (istimewa) |
JAKARTA, 19052016. Dialog nasional, dengan wacana kritis dipelopori oleh Indonesia Development Monitoring (IDM) yang bertajuk "Wacana Kritis Perpanjangan Masa Jabatan Kapolri dan Stabilitas Nasional," yang dilangsungkan di Hotel Sari Pan Pacific, Ruang Istana 2, Jalan. M.H. Thamrin No. 6, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/5).
Seperti diketahui Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti selaku orang nomor satu di Korps Polri yang akan memasuki pensiun pada akhir Juli 2016 nanti, yang mana tepatnya pada 24 Juli, saat usia 58 tahun Jenderal Pol. Badrodin Haiti.
Dengan Narasumber yang hadir; Nasir Djamil sebagai Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS, Asrul Sani dari Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP, Masinton Pasaribu, Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP, Arief Poyuono sebagai Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Kisman Latumakulita sebagai Politisi Partai Nasdem, M Hatta Taliwang dari Insitute Soekarno-Hatta, Kombes PNB (Purn.) John Brata sebagai Pengamat Kepolisian, Agung Suprio, MIP sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Public Policy Institute, DR. Sahganda Nainggolan sebagai Pengamat Sosial dengan Haris Rusly selaku moderator.
Haris Roesly saat sesi dialog mengatakan alasan tema diskusi bahwa, tema terkait Kapolri yang mendekati masa pensiun, dan tidak membahas siapa calon pengganti Kapolri. "masa jabatan Kapolri dan pengangkatan Kapolri itu semua adalah hak prerogratif Presiden," ujarnya.
Walaupun sepenuhnya hak prerogratif Presiden, namun sistem Presidensil ini mengalami distorsi dimana mengajukan pengangkatan Kapolri perlu persetujuan juga dari parlemen atau DPR RI.
Sementara, Hatta Taliwang selaku pengamat sosial politik mengatakan, setiap ada wacana pergantian Kapolri, selalu naik tensi politik dimana ada cuam-cuam kuku dan sebagainya. Baik dari faktor internal dan eksternal.
Menurutnya, ada indikasi dimana ada kepentingan partai politik, kepentingan modal, kepentingan penguasa (Kepentingan politk ekonomi dan bandar). "Selain itu juga faktor subjektif, objektif, faksi suku, agama, kesatuan, angkatan, solidaritas korps, dan sebagainya. Bahkan juga ketaatan terhadap afiliasi politik ke partai, bisa ke A, B, dsb," jelasnya.
Sedangkan, Arief Poyuono mengatakan, Gerindra akan pertimbangkan, apakah bisa diperpanjang. Namun, bila dipahami lebih mendalam, menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra bahwa kinerja Polri, antara duet BH dan BG ini sudah mencapai klimaksnya. "Stabil dan dapat mengungkap kasus yang sebelumnya tidak bisa terungkap, jadi dapat terungkap," ujar Arief.
Menurutnya, UU ini harusnya segera dirubah, bisa sampai umur 60 tahun. "Dari sisi Politik, Polri sudah netral dan profesional dalam kaitanya penyelenggaran Pilkada 2016. Sedangkan, bila ditelisik dari sisi untuk Hukum. Hukum itu dibuat atas kesepakatan politik," jelasnya.
Arief menyadari dan memahami bahwa, Keputusan tertinggi mengenai pengangkatan dan pemberhentian Kapolri terserah Presiden 'Hak Prerogratif'. "Kedepan saya akan sampaikan nantinya ke Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, dimana publik menginginkan adanya kinerja yang baik daripada Polri harus ditingkatkan," jelasnya.
Kemudian, sementara itu, Nasir Djamil dari anggota DPR RI Komisi III dari Fraksi PKS menyampaikan, "Selepas pasca reformasi 1998, Polisi dipisahkan dari Militer mengarah 'civil society'. Dimana tidak terlibat dalam partai politik dan sebagainya. Namun, terlihat ada kepentingan hukum dan kekuasaan," ucapnya.
Politisi PKS asal Aceh itu mengemukakan juga, memang tidak diatur perpanjangan, yang ada pemberhentian. "belum ada Kapolri yang diperpanjang masa jabatannya," cetusnya menjelaskan.
Nampak, pada UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 11, dimana Presiden memberhentikan karena sudah pensiun, dan beberapa syarat diberhentikan itu.
Maka, menurut Nasir Djamil, karena melihat mutitafsir dalam UU Kepolisian dan memang akan sedang direvisi, lalu selain itu beberapa pasal yang menjadi bahan diperdebatkan. "Soal perpanjangan ini, dimana ada celah hukum. Harapannya, Presiden Ir. Joko Widodo dapat bertindak dengan merujuk pada sesuatu yang lebih baik," jelasnya.
Bahkan, bila Perpu akan nampak karena ada 'kegentingan' yang mendesak, padahal saat ini keadaan aman dan tidak genting. "Harapan ke depan Presiden dalam mengemukakan kebijakan guna memperpanjang Jabatan Kapolri harus memperhatikan aspek sosiologis, yuridisnya," paparnya.
"Ketika Presiden tidak menjelaskan dengan baik, akan berbalik. Sedangkan, kalau bisa berargumentasi, Saya selaku anggota komisi akan' wait and see'," ungkapnya.
Lebih lanjut, Asrul Sani Anggota DPR RI dari Fraksi PPP (versi kubu Romi) mengatakan, kalau paling tidak bukan sekedar semata-mata masa perpanjangan, namun yang perlu menjadi pertimbangan masa dinasnya diperpanjang sudah dimungkinkan dan tertuang dalam UU nomor 2 tahun 2002 tentangan Polri, yang pada pasal 30 ayat 2.
UU kepolisian disepakati masuk dalam prolegnas dan diharapkan tahun depan revisi dimana wacana perpanjangan jabatan Kapolri menurut Politisi PPP itu bukan perpanjangan saja, namun masa dinasnya yang diperpanjang.
"Saya lilhat di pasal 4 PP nomor 1 tahun 2003, perpanjangan masa dinas aktif karena ada keahlian aktif dari Polri sendiri, inklusinya terbukti. Inklusifitasnya bukan Ekslusinya. Kalau mekanisme Internal di Polri memang memungkinkan, dengan sendirinya menjabat sebagai Kapolri hingga umur 60 tahun," ujarnya.
Perlu menjadi catatan bahwa baru Polri saja yang batasan usianya masih 58 tahun, sedang lembaga lain sudah naik. Padahal di UU no 5 sudah menaikan Usia pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain itu juga dikarenakan Undang-undang Aparat Sipil Negara (ASN) itu 60 tahun. "Maka akan mungkin Polri di 60 kan. Tapi masa Pensiun fungsional itu bisa 62 tahun. Jadi pastinya bisa menaikan usia jabatan Polri," tuturnya berpandangan.
Tentunya ini akan menjadi keputusan politik. "Siapapun yang menduduki jabatan Kapolri. Baik itu pak BH dan BG, telah komitmen dan fit proper test. Dimana akan didorong dan perlu adapula poin pendekatan langsung. Presiden yang mesti mensikapi secara konstituen dan Konstitusional," ucapnya.
Kebijakan publik hanya menentukan kemenangan tanpa dasar, dimana seseorang diberikan kepentingan terkait kebijakan pubik atas dasar Legislatif, namun mengangkat Kapolri adalah wewenanag Presiden dengan persetuuan DPR.
"Sudut pandang saya dari perspektif hukum tidak perlu Perpu dan segala macam. Namun, masa dinas Kapolri dari 58 ke 60 tahun saja dan atau ditambahkan," katanya.
Berbeda pandangan dari beberapa narasumber lainnya, Masinton Pasaribu sebagai Anggota Komisi III DPR RI F Partai PDI-P merasa adanya ?wacana perpanjangan masa jabatan Kapolri secara pribadi ia berkata tidak usah diperpanjang lagi. "Karena gak ada situasi yang 'urgent'/ darurat," ujarnya.
Soalnya, menurut Masinton sejauh ini, Presiden Jokowi belum membahas adanya wacana perpanjangan masa jabatan tersebut. Politisi PDI- P itu berkata, "klasifikasi diperpanjang perlu diperhatikan dahulu. Apakah ada situasi urgensi kedaruratan?," tanya Masinton.
Saat ini korps Bhayangkara memiliki para Jenderal bintang tiga yang layak menggantikan Kapolri dan akan berdampak positif bagi regenerasi di tubuh Polri. "Lihat skarang cukup bagus Jendral bintang dua dan tiga juga banyak," jelasnya.
"Dimana sesungguhnya ini wewenang Presiden hak prerogratifnya. Kalau mau silahkan saja," ujarnya, menyampakan asal ada penjelasan ke DPR.
"Kalau mau diperpanjang silahkan, berikan alasan itu. Belum ada urgensi, dan regenerasi di tubuh polri madek atau tidak. Kemudian, kedua syarat itu belum terpenuhi," pungkasnya. (bh/mnd/pnews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar